Ahli-ahli sejarah agama berpendapat bahwa manusia itu menurut wataknya suka beragama. Naluri suka beragama dan suka memikirkan Allah, selalu kelihatan pada tiap-tiap masyarakat manusia.
Oleh karena itu, kalau dalam masyarakat kedapatan oknum-oknum atau kelompok-kelompok manusia yang memungkiri adanya Tuhan atau berusaha memberantas agama, hal itu berarti bahwa mereka melawan naluri yang ada pada diri mereka sendiri. Dan jarang pula orang yang melawani dan mengingkari naluri sendiri itu karena satu dan lain sebab.
Ada perlainan pendapat dalam kalangan ahli-ahli sejarah agama tentang menentukan keadaan-keadaan yang menolong bagi pertumbuhan dan perkembangan naluri beragama itu.
Sebagian dari mereka berpendapat bahwa naluri beragama akan tumbuh dan berkembang, bila pikiran telah maju dan kecerdasan telah tinggi, bila manusia telah sampai kepada taraf dapat berpikir tentang dirinya, bagaimana dirinya itu dijadikan, tenaga-tenaga dan daya-daya apa yang ada pada dirinya itu, bagaimana dia dapat melihat dan mendengar dan sebagainya:
Oleh karena itu, kalau dalam masyarakat kedapatan oknum-oknum atau kelompok-kelompok manusia yang memungkiri adanya Tuhan atau berusaha memberantas agama, hal itu berarti bahwa mereka melawan naluri yang ada pada diri mereka sendiri. Dan jarang pula orang yang melawani dan mengingkari naluri sendiri itu karena satu dan lain sebab.
Ada perlainan pendapat dalam kalangan ahli-ahli sejarah agama tentang menentukan keadaan-keadaan yang menolong bagi pertumbuhan dan perkembangan naluri beragama itu.
Sebagian dari mereka berpendapat bahwa naluri beragama akan tumbuh dan berkembang, bila pikiran telah maju dan kecerdasan telah tinggi, bila manusia telah sampai kepada taraf dapat berpikir tentang dirinya, bagaimana dirinya itu dijadikan, tenaga-tenaga dan daya-daya apa yang ada pada dirinya itu, bagaimana dia dapat melihat dan mendengar dan sebagainya:
"Dan (juga) dalam diri kamu sendiri – ada tanda-tanda kebesaran Tuhan – apakah tidak kamu perhatikan ?" (Adz Dzariyat 21).
Dan dapat berpikir tentang alam yang melingkupinya, tentang langit dan bumi.
"Apakah mereka tidak melihat kepada unta, bagaimana dijadikan ? Kepada langit, bagaimana ditinggikan ? Kepada gunung-gunung, bagaimana ditegakkan ? Dan kepada bumi, bagaimana dihamparkan ?" (Al Ghasyiah 17 – 20)
Sedang sebagian lain berpendapat bahwa naluri beragama itu tumbuh dan berkembang, dimana perbedaan gejala-gejala alam amat jelas kelihatannya. Dimana manusia merasa lemah berhadapan dengan gejala-gejala alam itu, maka timbullah keinginannya hendak meminta pertolongan atau meminta perlindungan kepada gejala-gejala alam itu. Beginilah halnya manusia primitif; dikala mereka melihat hujan, angin, penyakit, maut, binatang-binatang buas, mereka merasa kelemahan mereka, maka oleh karena itu dicarinyalah perlindungan.
Sesuai dengan keadaan yang menolong bagi menumbuhkan dan memperkemban naluri beragama itu, maka bangsa Arab mengambil kedudukannya diantara bangsa-bangsa yang beragama.
Mereka yang cenderung kepada pendapat yang pertama berpendapat, bahwa naluri beragama itu tumbuh dan berkembang dimana didapati ketentraman hati, karena dalam keadaan yang semacam itulah ada kesempatan bagi akal untuk berpikir.
Sedang orang-orang yang cenderung kepada pendapat yang kesua, berpendapat bahwa naluri beragama tumbuh dan berkembang dimana manusia berada dalam pergolakan yang sempit di dalam alam ini. Dimana dia selalu menghadapi kesulitan-kesulitan hidup. Orang-orang ini berpendapat bahwa naluri beragama pada bangsa Arab, ditimbulkan oleh keadaan hidup mereka.
Dalam pada itu, kekeringan Jazirah Arab sebenarnya adalah baru, kalau dibandingkan dengan berapa lamanya manusia telah ada di muka bumi ini.
Penyelidikan-penyelidikan ilmiah telah menunjukan bahwa Jazirah Arab – yang sekarang merupakan padang pasir yang tandus – dahulunya adalah bumi yang subur dan menghijau, yang telah menganugrahkan kepada penduduknya pelbagai macam kemakmuran. Oleh karena itu amat boleh jadi perasaan keagamaan telah timbul pada bngsa Arab semenjak zaman yang disebutkan.
Kita berkata demikian, oleh karena semangat beragama amat kuat pada bangsa Arab, hal ini adalah nyata dan tidak diragukan lagi, serta dapat disaksikan setiap hari.
Semangat beragama ini menjadi salah satu sebab yang mendorong mereka melawan dan memerangi agama Islam dikala Islam datang. Mereka memerangi agama Islam, karena mereka amat kuat berperang dengan agama lama, yaitu kepercayaan yang telah mendarah daging pada diri mereka. Andaikata mereka acuh tak acuh dengan agama tertentu dibiarkannya saja agama Islam, siapa yang hendak memluknya dipeluknyalah, dan siapa yang tidak, terserah. Akan tetapi yang kejadian bukanlah demikian.Agama Islam mereka perangi dengan mati-matian, sampai mereka kalah.
Sampai saat ini pun orang Arab, baik pun dia seorang ulama atau seorang jahil, amat bersemangat terhadap agamanya, disiarkannya agama itu dan dibelanya sekuat tenaganya.
Di Indonesia saya perhatikan bangsa Arab dari Hadramaut, bangsa India Tionghoa, dan di antara bangsa-bangsa ini, bangsa Arablah yang amat bersemangat terhadap agamanya, dan yang giat menyiarkannya padahal bangsa Tionghoa dan bangsa India jauh lebih kaya dari mereka.
Sementara itu jangan dilupakan bahwa yang kita maksud dengan semangat beragama di sini, ialah semangat beragama umumnya. Adapun ibadat dan kerja-kerja keagamaan, bangsa Arab Badui, sudah lama merasa bosan dan kesal terhadapnya, karena hal ini mereka pandang sebagai pengikat kemerdekaannya.
Mereka amat mencintai hidup bebas yang tiada terikat oleh sesuatu apapun.
Dalam beragama kerapkali terjadi penyelewengan. Ada di antara umat manusia yang menyembah pohon-pohon kayu. Ada pula yang menyembah bintang-bintang, sebagaimana tak kurang pula yang menyembah raja-raja, binatang-binatang dan batu-batu.
Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa penyembahan yang mula-mula di kenalmanusia semenjak masa Adam a.s. adalah penyembah kepada Allah yang Maha Esa. Karena dengan menyembah Allah itulah tentram jiwa manusia.
Bangsa Arab adalah salah satu dari bangsa-bangsa yang telah mendapat petunjuk. Mereka mengikuti agama Nabi Ibrahim, setelah Nabi Ibrahim melarikan diri dari kaumnya yang hendak membakarnya dengan api, karena beliau mengingkari dan melawan dewa-dewa mereka.
Tetapi bangsa Arab setelah mengikuti iagama Nabi Ibrahim lantas kembali lagi menyembah berhala. Berhala itu mereka buat dari batu dan ditegakkan di Ka’bah. Dengan demikian agama Ibrahim bercampur aduklah dengan kepercayaan watsani, dan hampir-hampir kepercayaan watsani itu dapat mengalahkan agama Nabi Ibrahim, atau benar-benar agama Nabi Ibrahim telah kalah oleh kepercayaan watsani.
Comments
Post a Comment