Skip to main content

Alam Bromo

Bromo merupakan gunung aktif  berpasir tetapi tempatnya begitu indah dan dingin yang sehingga banyak para turis yang berkunjung tiap harinya baik wisatawan lokal ataupun asing itu merupakan penghasilan bagi masyarakat sekitarnya dan juga membawa nama Bangsa indonesia ke mancanegara bahwa indonesia mempunyai beragam pemandangan alam yang luar biasa indah yang patut dikunjungi oleh para wisatawan karna pulang takkan mengecewakan.
Banyak jalan menuju Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, namun yang paling mudah dan cepat melalui jalur Probolinggo – Tongas – Lumbang – Sukapura – Ngadisari – Cemoro Lawang – Gunung Bromo. Memasuki daerah Sukapura udara mulai menipis, hawa sejuk mulai terasa, jalan pun mulai berkelok-kelok dan menanjak, pohon kapuk dan jati banyak dijumpai di sepanjang jalan. Sedangkan ketika memasuki Ngadisari – Cemoro Lawang banyak terdapat tanaman sayur seperti daun bawang, kubis dan jagung. Dan ketika memasuki Cemoro Lawang, pohon cemara banyak tumbuh di daerah ini. Itulah mengapa masyarakat disini menyebutnya cemoro lawang, yang artinya pintu cemara.
Kedatangan Kami ke Bromo kali ini khusus untuk menyaksikan upacara Yadnya Kesada dan persiapannya. Upacara inilah yang menurut riwayatnya menjadi awal mula terjadinya kehidupan masyarakat Tengger dan Bromo. Pada liputan pertama, kami menyaksikan pemandangan menakjubkan, yaitu Bromo dikala sunrise , pada waktu itu kami harus bangun jam 2 pagi untuk menuju Gunung Pananjakan, saat dingin menusuk tulang. Sampai jaket dan celana tabal belum cukup menghalau dingin. Kami masih butuh penutup kepala, sarung tangan, syal, dan sepatu yang memungkinkan untuk menanjak. Kami rela melakukan semua itu demi menikmati sepenggal pesona terindah kawasan Gunung Bromo, saat matahari terbit.
Gunung Bromo dikelilingi oleh hamparan pasir yang sangat luas, yang disebut lautan pasir. Sebenarnya pemandangan di TNBTS selain pasir ada juga Savana dan Kaldera (seperti bukit barisan mengelilingi savanna dan lautan pasir). Selain Kabupaten Probolinggo dan Pasuruan, Wilayah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang luasnya sekitar 50.273,30 ha ini juga meliputi Kabupaten Malang dan Lumajang. Untuk mencapai kawasan Gunung Bromo dan sekitarnya anda harus menyewa jip, karena mobil jenis inilah yang mampu melaju leluasa melewati pasir, rumput dan tanjakan terjal.. Namun ada pilihan lain apabila hanya ingin sampai Gunung Bromo saja dari Cemoro Lawang atau dari Pura Luhur Poten, anda bisa menyewa kuda sampai ke bawah tangga Gunung Bromo. Banyak juga orang asli Tengger yang berprofesi sebagai penyewa Jip dan kuda.

Kehidupan masyarakat Tengger sendiri memang cukup unik, masyarakat yang mayoritas beragama Hindu ini, dipimpin oleh kepala adat yang disebut Dukun. Saat ini yang dipercaya menjadi dukun tertinggi di Tengger adalah Mudjono. Menurut sejarahnya, masyarakat Tengger merupakan orang-orang dari Kerajaan Majapahit yang eksodus ketika Majapahit runtuh. Namun menurut Mudjono, pendapat tersebut tidaklah seluruhnya benar, karena menurutnya sebelum orang-orang Majapahit datang, di desa Tengger ini telah ada kehidupan. Menurut ceritanya, Tengger sendiri diambil dari nama pasangan Roro Anteng dan Joko Seger. Konon mereka lama tidak dikaruniai anak, hingga pada suatu saat mereka bertapa untuk memohon anak. Setelah lama bertapa, pada suatu hari terdengar suara dari Gunung Bromo, yang akan mengabulkan permintaan mereka, tapi dengan syarat anak yang bungsu harus dikorbankan ke kawah Gunung Bromo. Mereka pun menyetujui persyaratan tersebut.
Namun setelah memiliki 25 anak, mereka pun ingkar, sehingga Gunung Bromo murka dan menyemburkan laharnya hingga ‘menjilat’ Raden Kesuma merupakan anak bungsu dari Joko seger dan Roro Anteng.pada tanggal 14 bulan Kesada (bulan ke-12) Jasadnya tidak ditemukan, namun dari Gunung Bromo terdengar suara Raden Kesuma yang mengatakan bahwa setiap tanggal 14 bulan Kesada agar melarung hasil bumi ke kawah Gunung Bromo- ritual ini disebut Yadnya Kesada (kesodo). Hingga sekarang ritual ini masih dijalankan setahun sekali. Pada perayaan Kesada umat Hindu dari Jawa dan Bali berdatangan ke Bromo, sehingga sejak pagi hingga malam, jalan menuju kawah Gunung Bromo menjadi sangat padat, mobil, Jip, truk dan motor memadati jalanan, bahkan ada pula yang berjalan kaki dari Cemoro Lawang ke Gunung Bromo. Sebelum melarung hasil bumi ke kawah, umat Hindu di Tengger melakukan persembahyangan di Pura Luhur Poten

Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/1758709-bromo-dan-masyarakatnya/#ixzz2BpXayCki

Comments

  1. Agen Slot Terbaru
    Agen Situs Terbaik
    Agen Situs Terbaik
    Situs Agen Judi Online



    88CSN game online yang lagi hitz dan banyak dimainin anak-anak muda sekarang lho,
    Kamu Jangan takut, game Online yang satu ini Aman dan Mudah dimainin Kok.

    Contact Kami:
    WA : 081358840484
    BBM : 88CSNMANTAP
    Facebook : 88CSN
    www.jeruk88.com
    www.ratu88.co

    https://bit.ly/2ZoLZDAAyo Cobain, selain Seru , juga menguntungkan lho
    Game mana lagi yang bisa ngehasilin Uang Asli
    Let's Play togethe

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Legenda Asal Mula Upacara Kasada

Upacara Kasada (Kasodo) dan Pura Luhur Poten Gunung Bromo Sejak Jaman Majapahit konon wilayah yang mereka huni adalah tempat suci, karena mereka dianggap abdi – abdi kerajaan Majapahit. Sampai saat ini mereka masih menganut agama hindu, Setahun sekali masyarakat tengger mengadakan upacara Yadnya Kasada. Upacara ini berlokasi disebuah pura yang berada dibawah kaki gunung bromo. Dan setelah itu dilanjutkan kepuncak gunung Bromo. Upacara dilakukan pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama dibulan Kasodo menurut penanggalan Jawa. Upacara Kasada (Kasodo) dan Pura Luhur Poten Gunung Bromo Legenda Asal Mula Upacara Kasada Menurut ceritera, asal mula upacara Kasada terjadi beberapa abad yang lalu. Pada masa pemerintahan Dinasti Brawijaya dari Kerajaan Majapahit. Sang permaisuri dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama Roro Anteng, setelah menjelang dewasa sang putri mendapat pasangan seorang pemuda dari kasta Brahma bernama Joko Seger. Pada saat Kerajaan Majapahi...

Biografi Alda Risma

Alda Risma Latar belakang Nama lahir     Alda Risma Elfariani Lahir     23 November 1982 Indonesia Bogor, Indonesia Meninggal     12 Desember 2006 (umur 24) Indonesia Jakarta, Indonesia Jenis Musik     blues, jazz Pekerjaan     penyanyi, aktris Tahun aktif     1997-2006 Perusahaan rekaman     Blackboard Pasangan     Iwan Sastrawijaya (putus) Orang tua     A. Farid R. & Halimah Alda Risma Elfariani/Alda R. binti A. Farid R. (lahir di Bogor, Jawa Barat, 23 November 1982 – meninggal di Jakarta, 12 Desember 2006 pada umur 24 tahun) adalah penyanyi dan aktris Indonesia. Wanita bertinggi badan 160 cm ini populer terutama melalui lagu Aku Tak Biasa. Ia pernah pula berkolaborasi dengan boyband Code Red. Kehidupan awal Alda Risma lahir di Bogor pada tanggal 23 November 1982. Ibunya bernama Halimah. Ia dibesarkan di Cikaret, ...

Nurmala Kartini Sjahrir

Dr. Nurmala Kartini Pandjaitan Sjahrir   (lahir di Simangala Hutanamora, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, 1 Februari 1950; umur 62 tahun) adalah seorang doktor di bidang antropologi, ketua Asosiasi Antropologi Indonesia, ketua umum Partai Perjuangan Indonesia Baru, dan istri alm. DR. Sjahrir. Anak dari pasangan (alm) Bonar Pandjaitan (Osi Paulina) dan (alm) Siti Frida Br. Naiborhu dari Huta Parranggitingan, Kartini remaja adalah penggemar olahraga, tercatat ia pernah mengikuti kejuaraan renang antar provinsi tahun 1959, menjadi peserta di cabang renang PON V, tahun 1960. Beliau kini menjadi Pengurus PRSI (Persatuan Renang Seluruh Indonesia) Hubungan Luar Negeri. Pada tanggal 8 Desember 1979, Kartini menikah dengan Dr. Sjahrir (anggota Dewan Pertimbangan Presiden bidang Ekonomi periode 2007-2009). Pasangan ini dikarunia seorang putra, Pandu Patria Sjahrir yang telah menyelesaikan studi masternya di Stanford University, California, serta seorang putri, Gita Rusmida S...