Skip to main content

7 rumah adat tradisional indonesia yang unik

Saya suka dengan kebudayaan Indonesia. Salah satu yang membuat saya kagum yaitu rumah adat. Indonesia memiliki banyak rumah adat. Tapi menurut versi saya, ada sepuluh rumah adat tradisional Indonesia yang unik. Mau tahu sepuluh rumah adat unik versi saya? Berikut adalah pilihan saya:

1. Rumah Gadang - Sumatera Barat

 Rumah adat suku Minangkabau bernama Rumah Gadang yang artinya rumah besar. Rumah ini juga disebut dengan nama lain oleh masyarakat setempat dengan nama Rumah Bagonjong atau ada juga yang menyebut dengan nama Rumah Baanjung. tidak semua kawasan di Minangkabau (darek) yang boleh didirikan rumah adat ini, hanya pada kawasan yang sudah memiliki status sebagai nagari saja Rumah Gadang ini boleh didirikan. Begitu juga pada kawasan yang disebut dengan rantau, rumah adat ini juga dahulunya tidak ada yang didirikan oleh para perantau Minangkabau. Mungkin seluruh orang Indonesia sudah mengenal rumah ini. Arsitekturnya sangat unik dengan bentuk atap yang menyerupai tanduk kerbau dahulunya dibuat dari bahan ijuk. Keunikan lainnya erletak pada ukirannya. Pada dasarnya ukiran pada Rumah Gadang merupakan ragam hias pengisi bidang dalam bentuk garis melingkar atau persegi. Motifnya umumnya tumbuhan merambat, akar yang berdaun, berbunga dan berbuah. Pola akar biasanya berbentuk lingkaran, akar berjajaran, berhimpitan, berjalinan dan juga sambung menyambung. Cabang atau ranting akar berkeluk ke luar, ke dalam, ke atas dan ke bawah.

2. Tongkonan - Toraja (Sulawesi Selatan)

Tongkonan adalah rumah adat adat masyarakat Toraja. Tongkonan berasal dari kata Tongkon yang artinya duduk bersama-sama. Atapnya melengkung menyerupai perahu, terdiri atas susunan bambu (namun saat ini sebagian tongkonan meggunakan atap dari seng). Di bagian depan terdapat deretan tanduk kerbau. Banyaknya tanduk kerbau menunjukkan status sosial si pemilik rumah. Di dindingnya, terdapat relief hewan dan tumbuhan yang sangat eksotik.


3. Malige/Kamali - Buton (Sulawesi Tenggara)

Rumah adat ini memiliki dua nama yaitu Malige atau Kamali. Hanya rumah raja/sultan saya yang memiliki nama, sedangkan rumah masyarakat lainnya biasanya disebut Rumah Buton. Di Kerajaan/Kesultanan Buton, setiap raja/sultan yang menjabat akan membangun istananya sendiri. Dikatakan Kamali, jika dirumah tersebut ditinggali raja/sultan bersama permaisuri (istri pertama). Sedangkan sebutan Malige sebenarnya julukan salah seorang Sultan Buton yang saat itu menjabat. Karena dirumahnya saat itu tidak ditinggali permaisuri (permaisuri tinggal di istana lain), maka nama istananya mengikuti julukan sang sultan yang artinya maligai. Namun, nama Malige lebih sering digunakan untuk nama rumah adat ini karena diantara semua istana dan rumah, Malige-lah yang paling besar. Sampai saat ini, baik istana maupun rumah adat masih dapat dijumpai di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara. Bila diamati dengan lebih seksama, rumah adat ini seakan-akan terdiri dari bagian kepala, badan, dan kaki yang sarat dengan falsafah orang Buton. Masyarakat Buton memiliki tradisi memberi lubang rahasia pada kayu terbaiknya untuk diberi emas dan menandakan lubang rahasia tersebut sebagai pusar yang merupakan titik central tubuh manusia. Emas tersebut sebagai perlambang bahwa sebuah rumah memiliki hati dan bagi adat Buton, hati adalah laksana intan pada manusia. Keunikan dari rumah ini ialah sama sekali tidak menggunakan paku namun bisa tetap kokoh berdiri empat lantai. Pada zaman dulu, orang Buton jika akan pindahan, mereka turut membawa rumah mereka sebab rumah adat Buton ini seperti permainan bongkar pasang. Di atas atap, terdapat ukiran nanas dan naga yang merupakan lambang kerajaan dan kesultanan Buton. Keunikan lainnya ialah rumah ini tahan gempa.

4. Rumah Kebaya - DKI Jakarta

Rumah Kebaya merupakan rumah adat betawi dengan bentuk atap perisai landai yang diteruskan dengan atap pelana yang lebih landai, terutama pada bagian teras. Bangunannya ada yang berbentuk rumah paggung dan ada pula yang menapak di atas tanah dengan lantai yang ditinggikan. Masyarakat betawi lama memiliki adat untuk membuat sumur di halaman depan rumah dan mengebumikan keluarga yang meninggal di halaman samping kanan rumah. Saya belum mendapat informasi mengapa rumah ini disebut rumah Kebaya. Keunikannya terletak pada lisplank rumah kebaya berupa papan yang diukir dengan ornamen segitiga berjajar yang diberi nama ’gigi balang’. Di bagian tengah sebagai ruang tinggal dibatasi dinding tertutup, di luarnya merupakan terasi-teras terbuka yang dikelilingi pagar karawang rendah. Dinding bagian depan biasanya dibuat dari panil-panil yang dapat dilepas saat pemilik rumah menyelenggarakan acara yang membutuhkan ruang lebih luas. Tiang-tiang rumah lebih tampak jelas di bagian teras, berdiri di atas lantai yang agak naik dari ketinggian tanah di halaman. Terdapat tangga pendek dari batu-bata atau kayu untuk mencapai teras rumah. Menurut informasi yang didapatkan, rumah ini telah terancam punah.

5. Rumah Batak - Sumatera Utara

Setiap suku di batak memiliki rumah yang berbeda-beda pula. Perbedaanya biasa terletak pada bentuk atap. Tapi pada umumnya rumah batak memiliki bentuk atap segitiga yang runcing. Kaunikannya, disebelah depan rumah dihiasi dengan oramen dalam bentuk ukiran yang disebut dengan “gorga” dan terdiri dari beberapa jenis yaitu gorga sampur borna, gorga sipalang dan gorga sidomdom di robean. Gorga itu dihiasi (dicat) dengan tlga warna yaitu wama merah (narara), putih (nabontar) dan hitam (nabirong). Warna merah melambangkan ilmu pengetahuan dan kecerdasan yang berbuah kebijaksanaan. Warna putih melambangkan ketulusan dan kejujuran yang berbuah kesucian. Wama hitam melambangkan kerajaan dan kewibawaan yang berbuah kepemimpinan. Sebelum orang Batak mengenal cat seperti sekarang, untuk mewarnai gorga mereka memakai “batu hula” untuk warna merah, untuk warna putih digunakan “tano buro” (sejenis tanah liat tapi berwana putih), dan untuk warna hitam didapat dengan mengambil minyak buah jarak yang dibakar sampai gosong. Sedangkan untuk perekatnya digunakan air taji dari jenis beras yang bernama Beras Siputo. Disamping gorga, rumah Batak juga dilengkapi dengan ukiran lain yang dikenal sebagai “singa-singa”, suatu lambang yang mengartikan bahwa penghuni rumah harus sanggup mandiri dan menunjukkan identitasnya sebagai rnanusia berbudaya. Singa-singa berasal dari gambaran “sihapor” (belalang) yang diukir menjadi bentuk patung dan ditempatkan di sebelah depan rumah tersebut. Belalang tersebut ada dua jenis yaitu sihapor lunjung untuk singa-singa Ruma dan sihapor gurdong untuk rumah Sopo. Hal ini dikukuhkan dalam bentuk filsafat yang mengatakan “Metmet pe sihapor lunjung di jujung do uluna” yang artinya bahwa meskipun kondisi dan status sosial pemilik rumah tidak terlalu beruntung namun harus selalu tegar dan mampu untuk menjaga integritas dan citra nama baiknya.

6. Rumah Adat NTT - Nusa Tenggara Timur

Di NTT ada banyak sekali rumah adat yang kesemuanya sangat etnik. Setiap daerah di NTT memiliki rumah yang desain yang berbeda-beda. Namun, kalau dilihat perhatikan rumah adat di NTT menyerupai bangunan megalitik yang berupa susunan batu-batuan ceper. Layaknya batu menhir yang dibuat oleh Obelix di cerita komik Asterix. Di NTT, Penduduk desA masih mendiami rumah-rumah yang terbuat dari kayu, bambu dan beratapkan alang-alang.

7. Rumah Lamin - Kalimantan Timur

Rumah lamin merupakan rumah adat dayak, khusunya yang berada di Kalimantan timur. Kata ’rumah lamin’ memililki arti rumah panjang kita semua, karena rumah ini digunakan untuk beberapa keluarga yang tergabung dalam satu keluarga besar. Ciri dari rumah ini berbentuk panggung degan ketinggian kolong sampai 3 meter. Denahnya berbentuk segi empat memanjang dengan atap pelana. Bagian gevel diberi teritis dengan kemiringan curam. Tiang-tiang rumah terdiri dari dua bagian, bagian pertama menyangga rumah dari bawah sampai atap, bagian kedua merupakan tiang kecil yang mendukung balok-balok lantai panggung. Baik tiang utama maupun pendukung yang berada di bagian kolong terkadang diukir dengan bentuk patung-patung untuk mengusir gangguan roh jahat dan menurut saya sangat full color sehingga disinilah letak keuinikannya.
Baca : uniqueness of Indonesia [Keunikan Indonesia]
[sumber : http://www.kaskus.co.id/post/50bc8ba4532acf7b56000044#post50bc8ba4532acf7b56000044]

Comments

Popular posts from this blog

Legenda Asal Mula Upacara Kasada

Upacara Kasada (Kasodo) dan Pura Luhur Poten Gunung Bromo Sejak Jaman Majapahit konon wilayah yang mereka huni adalah tempat suci, karena mereka dianggap abdi – abdi kerajaan Majapahit. Sampai saat ini mereka masih menganut agama hindu, Setahun sekali masyarakat tengger mengadakan upacara Yadnya Kasada. Upacara ini berlokasi disebuah pura yang berada dibawah kaki gunung bromo. Dan setelah itu dilanjutkan kepuncak gunung Bromo. Upacara dilakukan pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama dibulan Kasodo menurut penanggalan Jawa. Upacara Kasada (Kasodo) dan Pura Luhur Poten Gunung Bromo Legenda Asal Mula Upacara Kasada Menurut ceritera, asal mula upacara Kasada terjadi beberapa abad yang lalu. Pada masa pemerintahan Dinasti Brawijaya dari Kerajaan Majapahit. Sang permaisuri dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama Roro Anteng, setelah menjelang dewasa sang putri mendapat pasangan seorang pemuda dari kasta Brahma bernama Joko Seger. Pada saat Kerajaan Majapahi...

Biografi Alda Risma

Alda Risma Latar belakang Nama lahir     Alda Risma Elfariani Lahir     23 November 1982 Indonesia Bogor, Indonesia Meninggal     12 Desember 2006 (umur 24) Indonesia Jakarta, Indonesia Jenis Musik     blues, jazz Pekerjaan     penyanyi, aktris Tahun aktif     1997-2006 Perusahaan rekaman     Blackboard Pasangan     Iwan Sastrawijaya (putus) Orang tua     A. Farid R. & Halimah Alda Risma Elfariani/Alda R. binti A. Farid R. (lahir di Bogor, Jawa Barat, 23 November 1982 – meninggal di Jakarta, 12 Desember 2006 pada umur 24 tahun) adalah penyanyi dan aktris Indonesia. Wanita bertinggi badan 160 cm ini populer terutama melalui lagu Aku Tak Biasa. Ia pernah pula berkolaborasi dengan boyband Code Red. Kehidupan awal Alda Risma lahir di Bogor pada tanggal 23 November 1982. Ibunya bernama Halimah. Ia dibesarkan di Cikaret, ...

Nurmala Kartini Sjahrir

Dr. Nurmala Kartini Pandjaitan Sjahrir   (lahir di Simangala Hutanamora, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, 1 Februari 1950; umur 62 tahun) adalah seorang doktor di bidang antropologi, ketua Asosiasi Antropologi Indonesia, ketua umum Partai Perjuangan Indonesia Baru, dan istri alm. DR. Sjahrir. Anak dari pasangan (alm) Bonar Pandjaitan (Osi Paulina) dan (alm) Siti Frida Br. Naiborhu dari Huta Parranggitingan, Kartini remaja adalah penggemar olahraga, tercatat ia pernah mengikuti kejuaraan renang antar provinsi tahun 1959, menjadi peserta di cabang renang PON V, tahun 1960. Beliau kini menjadi Pengurus PRSI (Persatuan Renang Seluruh Indonesia) Hubungan Luar Negeri. Pada tanggal 8 Desember 1979, Kartini menikah dengan Dr. Sjahrir (anggota Dewan Pertimbangan Presiden bidang Ekonomi periode 2007-2009). Pasangan ini dikarunia seorang putra, Pandu Patria Sjahrir yang telah menyelesaikan studi masternya di Stanford University, California, serta seorang putri, Gita Rusmida S...